Ponorogo - Kekhawatiran pedagang kaki lima (PKL) alun-alun yang terancam libur jualan selama Grebeg Suro ditanggapi santai bupati Ipong Muchlissoni. Ipong optimistis dapur semua pedagang bakal tetap ngebul. Semua PKL diprediksi bakal mengisi stan yang disiapkan pengelola. Harga sewa yang ditawarkan pengelola dinilai sudah pas. Bahkan, sudah diupayakan turun dari harga semula. Belum lagi upaya sistem subsidi silang.
‘’Saya memang ingin ada perubahan saat event Grebeg Suro. Tapi memang butuh biaya yang besar,’’ kata Ipong, kemarin (15/9).
Ipong
berencana menyeragamkan stan pedagang dan UKM yang turut berpartisipasi.
Stan dibuat eksklusif dengan sarnafil. Yakni, terdapat hiasan agar
tidak terlihat monoton. Sedang, lantai ditutup karpet. Bukan lagi hanya
beralas tanah atau rumput. Namun, diperlukan biaya cukup mahal. Ipong
menyebut, hitungan awal biaya sewa stan mencapai Rp 2,7 juta untuk PKL.
Tentu harga yang mahal bagi pedagang kecil. Ipong meminta harga
diturunkan hingga tinggal Rp 1,7 juta untuk kelas paling murah. Namun,
lagi-lagi masih dinilai berat bagi sejumlah pedagang. Pengelola lantas
memangkas harga sewa hingga tinggal Rp 1 juta. ‘’Saya minta pengelola
mencari pengusaha besar yang mau menyewa stan dengan harga lebih mahal.
Tujuannya untuk menutup kekurangan harga sewa stan PKL yang dipangkas
tinggal sejuta itu,’’ ujarnya.
Namun,
dia juga meminta PKL untuk sedikit berbagi. Satu stan wajib digunakan
untuk dua pedagang. Sebab, jumlah stan terbatas. Pengelola hanya
menyediakan sekitar 400 stan. Sedang, jumlah PKL sekitar 350 pedagang.
Sistem subsidi bakal sulit terlaksana jika PKL menginginkan
masing-masing satu stan. Pun, harga sewa menjadi lebih murah. Pedagang
hanya mengeluarkan Rp 500 ribu. Besaran itu dinilai Ipong sebanding
dengan fasilitas yang didapat. Stan tempat berjualan lebih bersih dan
rapi. Ipong optimistis konsep itu mengundang daya tarik. ‘’Sudah saya
minta pengelola untuk mengutamakan PKL alun-alun. Jangan ditinggal.
Makanya kami upayakan agar PKL bisa berjualan seperti biasa,’’ tegasnya.
Ipong
menyebut harga sewa Rp 500 dinilai cukup realistis. Dia optimis
pendapatan pedagang tembus Rp 500 ribu dalam dua hari. Pengamatannya,
pedagang mampu meraup Rp 300 hingga Rp 500 ribu semalam saat event
besar. Jika dikalikan delapan hari, secara hitungan bisnis pedagang
sudah untung. Besaran stan yang kelewat sempit jika harus berbagi dengan
sesama pedagang juga dibantah Ipong. Sebab, konsep yang ditawarkan
dalam pameran Grebeg Suro kali ini pedagang hanya boleh menjajakan
barang dagangan. Tidak boleh ada kegiatan memasak di dalam area stan.
‘’Memasaknya di luar. Jadi yang dipajang di dalam alun-alun sudah dalam
barang jadi. Kecuali stan-stan makanan tertentu,’’ ujarnya.
Terkait
penyedia jasa mainan, Ipong berharap untuk bersabar. Penyedia jasa
mainan tidak masuk dalam konsep. Usulan untuk pindah di Jalan Jenderal
Sudirman sepertinya juga kandas. Ipong menyebut terlalu riskan. Terutama
keselamatan penyewa. Sempat mengemuka usulan beroperasi di jalan baru.
Namun, sepertinya juga kurang diminati masyarakat. Dia berharap penyedia
jasa mainan legawa jika terpaksa harus ngandang. Alasannya,
hanya selama kurang lebih sepekan. Sedang, mereka sudah memanfaatkan
alun-alun bertahun-tahun. ‘’Pedagang yang ingin berjualan di luar pagar
saat malam puncak, silakan mengajukan permohonan. Selama tidak melanggar
estetika dan keindahan, saya rasa tidak masalah,’’ pungkasnya.
Seperti
diberitakan, pedagang kaki lima (PKL) kawasan alun-alun yang ingin
berpartisipasi dalam event Grebeg Suro tahun harus berpikir dua kali.
Salah hitungan kerugian menanti. Sebab, sewa tempat di alun-alun cukup
tinggi saat gelaran event tahunan tersebut tahun ini. Pedagang wajib
mengeluarkan Rp 1 juta untuk satu stan. Besaran itu sudah diturunkan
dari harga awal yang dipatok pengelola Rp 1,7 juta untuk standa ukuran 3
x 3 meter tersebut. (agi/irw)
0 Response to "Dilarang Masak di Dalam Alun-Alun Ponorogo"
Post a Comment